Selasa, 23 April 2013

Bioetanol


Penggunaan etanol untuk berbagai keperluan semakin meningkat. Sumber bahan bakar minyak dunia yang terus mengalami penurunan dan masalah yang ditimbulkan dari penggunaan bahan bakar minyak seperti polusi dan global warming, disatu sisi, menjadi fokus utama peneliti di seluruh dunia  untuk menemukan sumber energi yang baru, bersih  dan murah. Bioetanol merupakan salah satu energi alternatif yang paling banyak dikembangkan saat ini. Bioetanol dapat diperoleh dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme.  
Pengembangan bioetanol membutuhkan lahan yang luas, tapi hal ini tidak perlu menimbulkan kekhawatiran akan mengganggu kepentingan pangan. Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai macam bahan baku yang dapat diperbaharui, seperti produk hasil pertanian, hasil penebangan hutan, dan juga dari limbah atau hasil samping dari pengolahan industri dan rumah tangga.salah satunya yaitu biji nangka yang merupakan hasil samping pengolahan keripik nangka. Biji nagka mengandung pati sekitar 67% sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku bioetanol. pati biji nangka tidak dapat langsung difermentasi oleh mikroorganisme, tetapi harus melalui proses hidrolisis untuk dipecah menjadi sirup glukosa yang langsung dapat difermentasi. hidrolisis pati dapat dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai hidrolisis enzimatis. Hidrolisis enzimatis pati menggunakan enzim alfa amilase dan glukoamilase untuk memecah ikatan 1,4 dan 1,6-glikosidik pada pati menjadi glukosa. Hidrolisis ini terdiri dari 3 tahap, sesuai dengan pernyataan Chaplin and Buckle (1990) yang menyatakan bahwa ada 3 tahap konversi pati menjadi glukosa, yaitu gelatinisasi, likuifikasi, dan sakarifikasi. Sirup glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis pati enzimatis berupa cairan bening setelah mengalami proses pemisahan dengan padatan melalui penyaringan. 
 fermentasi sirup glukosa untuk menjadi etanol dapat dilakukan baik menggunakan yeast ataupun mikroba, seperti Saccharomyces cerevisiae ataupun Zymomonas mobilis yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. 

Senin, 23 April 2012

umbi ganyong


GANYONG

1. Varietas Ganyong
Ganyong (Canna edulis Kerr) merupakan tanaman herba yang berasal dari Amerika Selatan. Tanaman ganyong termasuk dalam:
Divisi               : Spermatophyta
Sub Divisi       : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledoneae
Ordo                : Zingeberales
Famili              : Cannaceae
Genus              : Canna
Spesies            : Canna edulis Kerr.
Tanaman ini tetap hijau sepanjang hidupnya. Warna batang, daun dan pelepahnya tergantung pada varietasnya, begitu pula warna sisik umbinya. Di Indonesia varietas ganyong yang banyak dibudidayakan ada dua yaitu ganyong merah dan ganyong putih.

Ganyong merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepahnya yang berwarna merah atau ungu, sedang yang warna batang, daun dan pelepahnya hijau dan sisik umbinya kecoklatan disebut dengan ganyong putih. Dari kedua varietas tersebut mempunyai beberapa berbedaan sifat, sebagai berikut :
Ganyong Merah memiliki sifat:
-         -  Batang lebih besar
-          - Agak tahan kena sinar dan tahan kekeringan
-          - Sulit menghasilkan biji
-          - Hasil umbi basah lebih besar tapi kadar patinya rendah
-          - Umbi lazim dimakan segar (direbus)
Ganyong Putih memiliki sifat:
-          - Lebih kecil dan pendek
-          - Kurang tahan kena sinar tetapi tahan kekeringan
-          - Selalu menghasilkan biji dan bisa diperbanyak menjadi anakan tanaman
-          - Hasil umbi basah lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi
-          - Hanya lazim diambil patinya.
Tanaman ganyong memiliki tinggi 0,9 - 1,8 meter. Sedang apabila diukur lurus, panjang batangnya bisa mencapai 3 meter. Panjang batang dalam hal ini diukur mulai dari ujung tanaman sampai ujung rhizoma atau sering disebut dengan umbi.

2. Umbi Ganyong
Tanaman ganyong berumbi besar dengan diameter antara 5 8,75 cm dan panjangnya 10 - 15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm, bagian tengahnya tebal dan dikelilingi berkas – berkas sisik yang berwarna ungu atau coklat dengan akar serabut tebal. Rhizoma atau umbinya bila sudah dewasa dapat dimakan dengan mengolahnya terlebih dahulu, atau untuk diambil patinya. Saat panen umbi, sangat tergantung dari daerah tempat menanamnya. Di dataran rendah sudah bisa dipanen pada umur 6 – 8 bulan, sedang di daerah yang hujannya sepanjang tahun, waktu panennya lebih lama, yaitu pada umur 15 – 18 bulan. Dewasanya umbi biasanya ditandai dengan menguningnya batang dan daun tanaman. Bentuk dan komposisi kadar umbinya beraneka ragam. Tepungnya mudah dicerna, baik sekali untuk makanan bayi maupun orang sakit.  







 
 


3. Kandungan Gizi Ganyong
Umbi ganyong dapat konsumsi untuk memenuhi kebutuhan energi. Kandungan karbohidrat ganyong memang tinggi (22,6-23,8%). Dengan demikian ganyong sangat tepat bila digunakan untuk keragaman makanan sebagai pengganti beras. 

4. Sifat fisik kimia pati Ganyong
Kegunaan utama dari ganyong adalah untuk diambil patinya. Pati adalah karbohidrat yang paling banyak terdapat dalam makanan. Dalam bentuk aslinya, secara alamiah merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, oleh karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Pati secara umum tersusun oleh komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin, serta komponen minor seperti lipid dan protein. Umumnya pati mengandung sekitar 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin, dan 5-10% komponen minor. Struktur dan jenis komponen minor untuk setiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut.
Kadar pati merupakan salah satu kriteria penting dalam bahan pangan maupun non-pangan. Pati secara khusus merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia dan khususnya negara sedang berkembang.

 Sifat fisik pati ganyong antara lain adalah :
-          Ukuran granula 22,5 µm
-          Suhu gelatinisasi awal 72OC
-          Waktu gelatinisasi 28 menit
-          Viskositas puncak 900 BU
-          Viskositas dingin pada suhu 50oC adalah 760o BU
-          Viskositas balik adalah 140 Buri

Amilosa dan amilopektin adalah komponen utama penyusun pati. Secara umum pati ganyong termasuk pati yang memiliki kandungan amilosa sebesar 25-30% (Marchylo et al., 2004). Kandungan amilosa diukur berdasarkan kemampuan amilosa untuk luruh dalam air panas dan kemampuan dalam mengikat iod. Kandungan amilosa berpengaruh sangat kuat terhadap karakteristik produk. Semakin tinggi kandungan amilosa maka akan semakin mudah produk mengalami retrogradasi. Pati dengan kandungan amilosa yang tinggi sangat cocok untuk pembuatan starch noodle (Hermann, 1996).
Pati ganyong cocok untuk diolah menjadi sohun. Viskogram pati ganyong menunjukkan tingginya viskositas, tidak ada kerusakan, stabil pada suhu 95°C, dan setback tinggi. Menurut Chansri et al. (2005), pati ganyong tidak dapat diklasifikasikan ke dalam pati tipe B (Moderate swelling) atau C (Restricted swelling), tetapi pola pati tersebut berada di antara tipe B dan C. Pati ganyong memiliki viskositas yang lebih tinggi dari pati kacang hijau. Pasta pati menunjukkan sifat transparan dan elastis sama halnya dengan pati kacang hijau. Hasil ini menunjukkan kecocokan yang tepat bagi karakteristik pembuatan sohun (Thitipraphunkul et al., 2003). Sohun dari pati ganyong mempunyai kualitas yang sangat istimewa karena dengan ketebalan 1 mm mempunyai kekuatan tarik (tensile strength) dan kejernihan (transparency) yang tinggi, serta kehilangan selama pemasakan yang rendah kurang dari 10% (Hermann, 1996).
Untuk Kadar protein pati ganyong tergolong rendah, hal ini menandakan bahwa komponen protein di dalam umbi-umbian adalah sebagai komponen minor serta dapat disebabkan oleh protein yang larut dalam air pencucian misalnya albumin, adanya interaksi antara larutan alkali sebagai pelarut protein seperti glutelin, serta sebagian protein terbuang bersama ampas. Pati dengan kandungan protein yang tinggi kurang diharapkan karena keberadaan protein dalam pati akan menyebabkan viskositas pati menurun. Menurut Leach (1965) di dalam Goldsworth (1999), protein dan pati akan membentuk kompleks dengan permukaan granula dan menyebabkan viskositas pati menurun. Viskositas yang lebih rendah akan menghasilkan kekuatan gel yang rendah pula. Serta keberadaan protein akan menyebabkan reaksi pencokelatan non-enzimatis antara gugus protein dengan gugus gula pereduksi, reaksi tersebut dapat menurunkan derajat putih dari pati ganyong yang dihasilkan.
Derajat putih menunjukkan warna dari pati dan merupakan salah satu parameter yang penting dalam menentukan mutu bahan pangan. Warna dapat ditentukan dengan cara mengukur rasio sinar yang dipantulkan oleh permukaan pati dengan sinar yang dipantulkan oleh permukaan bahan berwarna putih sebagai standar (MgO atau BaSO4). Setiap tanaman penghasil pati memiliki derajat putih yang berbeda-beda. Perbedaan ini terutama dipengaruhi oleh faktor genetik.


DAFTAR PUSTAKA


Chansri, R., Puttanlek, C., Rungsadthong, V., dan Uttapap, D. 2005. Characteristics of Clear Noodles Prepared from Edible Canna Starches. Jurnal of Food Science. 70: 337-342.
Hermann, M. 1996. Starch Noodles from Edible Canna. P. 507-508. Di dalam J.Janick (ed). Progress in New Crops. ASHS Press. Arlington, VA.
Leach, H.W. 1965. Gelatinization of Starch. Di dalam Goldsworth, R. (ed). Abundant of Plant Varieties. World Wide Inc., New York.
Lingga, P., B. Sarwono, F.Rahardi, C.Raharja, J.J. Anfiastini, Rini W., dan W.H. Apriadji.1986. Bertanam umbi-umbian. Penebar Swadaya. Jakarta.
Marchylo, B.A., J.E. Dexter, dan L.J. Malcolmson. 2004. Improving the Texture of Pasta. Di dalam David K. (ed). Texture in Food. Vol 2. Solid Food. Woodhead Publishing Ltd. Cambridge, England.
Thitipraphunkul K., Uttapap D., Piyachomkwan K., Takeda Y. 2003. A Comparative Study of Edible Canna (Canna edulis) Starch from Different Cultivars. Part I : Chemical Composition and Physicochemical Properties. Carbohydrate Polimers. 53: 317-324.